Sunday, September 4, 2011

PENGOBATAN JIWA ATAU MENTAL

Berbicara masalah jiwa/mental maka perlu diperhatikan dari sudut pandang mana hal itu dibicarakan. Jiwa atau mental tidak bisa dilepaskan dari persepsi secara kultural dan spiritual-agama yang telah turun temurun ada sejak bertahun-tahun yang lalu. Pemahaman bahwa jiwa atau mental bersifat abstrak dan tidak dapat “dilihat” telah menjadi pengertian yang sulit sekali dipisahkan dalam pikiran masyarakat. Hampir semua golongan umur dan pendidikan mempunyai pemahaman yang hampir sama tentang mental atau jiwa tersebut. Tidak perlu terdapat penjelasan lebih lanjut apabila telah menginjak pembahasan mengenai jiwa atau mental, karena adanya ‘ketakutan’ karena persepsi keagamaan ataupun budaya masyarakat tertentu.

Sudut pandang budaya, agama, sosial dan psikologis menjadi hal yang jamak dalam pembahasan pengertian jiwa atau mental. Satu hal yang selama ini tidak pernah dipahami ataupun dimengerti tentang arti jiwa (mental) itu adalah bahwa jiwa (mental) merupakan perwujudan atau hasil dari kerja organ tubuh manusia seperti halnya fungsi ginjal, fungsi jantung ataupun fungsi paru-paru. Fungsi ginjal akan mempengaruhi penyaringan cairan di dalam tubuh manusia, fungsi jantung berfungsi dalam peredaran darah, ataupun fungsi paru-paru yang menghasilkan penyaringan udara yang dibutuhkan dalam metabolisme tubuh sehingga dapat digunakan dalam perkembangan dan pertumbuhan manusia. Demikian juga dengan jiwa manusia. Pada prinsipnya jiwa adalah hasil dari kerja otak-susunan saraf yanag terkait dengan fungsi seluruh organ manusia yang perwujudannya adalah perilaku atau kepribadian yang telah luas dikenal orang. Sudut pandang medis-psikiatris inilah yang luput dari perhatian dan pemahaman masyarakat luas bahwa berbicara masalah jiwa-mental maka harus berbicara masalah anatomi-biologi otak dan susunan saraf-organ fungsional tubuh yang lain. Yang kedua adalah faktor penyebab (stresor), isi memori manusia dan dinamika jiwa yang banyak dipelajari dalam ilmu psikologi. Dimensi ketiga adalah adanya neuro-signaling atau sering disebut dengan komunikasi antar sel saraf dan yang terakhir adalah fungsi dari masing-masing bagian otak dan susunan saraf serta organ fungisonal di seluruh tubuh manusia.

Dari pengertian di atas maka jelas lah bahwa jiwa (mental) harus dilihat dalam dimensi medis-psikiatris dan tidak cukup hanya pada pengertian budaya, sosial ataupun psikologis. Dalam perjalanan waktu dan perbedaan individual yang cukup rumit maka jiwa masing-masing orang akan berbeda satu dengan yang lain, bahkan pada 2 individu kembar identik satu telur pun akan berbeda jiwa nya karena adanya perbedaan biologik-fungsionalnya. Perbedaan-perbedaan individual tersebut membuat masyarakat harus mempunyai suatu standar atau ukuran dimana manusia pada umumnya mempunyai jiwa dengan kriteria yang sama dan terukur secara nyata sesuai dengan bio-fungsional organ tubuhnya (fisiologis). Pada suatu saat akan terdapat suatu keadaan dimana jiwa seseorang akan bekerja di luar fungsional yang seharusnya (tidak fisiologis), yang mengakibatkan terjadi keadaan patologis di kemudian hari.

Masing-masing keadaan yang non fisiologis tersebut terjadi dalam taraf dan gradasi yang bertahap/bertingkat dalam kurun waktu tertentu. Mulai dari yang paling ringan hingga berat (patologis). Dalam keadaan demikian maka jiwa perlu dikembalikan dalam kondisi yang fisiologis, agar kerja dari organ tubuhnya menjadi optimal karena terkait dengan fungsi dan kerja organ-organ tubuh yang lain.

Bagaimana mengembalikan keadaan jiwa menjadi fisiologis kembali? Maka perlu dilakukan beberapa penilaian untuk menentukan cara mengembalikan jiwa dalam keadaan yang fisiologis. Penilaian tersebut meliputi cara untuk melihat penyebab dari keadaan non-fisiologis, mekanisme non-fisiologis nya, organ yang terkait serta hasil dari keadaan non fungsional tersebut. Sehingga dapat dilakukan beberapa hal seperti berikut yaitu :

1. Farmakologis

2. Non farmakologis

Farmakologis artinya bahwa untuk mengembalikan jiwa dalam keadaan fisiologis diperlukan suatu pemberian obat-obat tertentu yang bekerja mengembalikan fungsi organ, komunikasi antar sel serta meregenerasi bagian-bagian tertentu dari organ tubuh yang diharapkan mampu untuk menata kembali fungsi organ yang terkait dengan mental tersebut.

Non farmakologis berarti bahwa pendekatan-pendekatan psiko-sosial dan bahan keagamaan-spiritual untuk menanggulangi penyebab terjadinya keadaan non fisiologis tersebut namun yang bersifat psikologis.



Kesimpulan :

Terapi farmakologis penting dalam mengembalikan keadaan fisiologis tubuh sehingga jiwa dapat terobati.

No comments: